Diam bukan berarti kami tuna wicara. Diam bukan berarti kami bisa diperlakukan semena-mena. Diam bukan berarti kami boleh kau sentuh.
Apa yg kalian pikirkan? Apa yg sebenarnya ada dibalik senyum kalian? Apa yg ada didalam hati kalian?
Apa yg salah dari cara kami berjalan? Apa yg salah dari cara kami tersenyum? Apa yg salah dari cara kami menyapa? APA?
Tidak yg kecil dan lugu, tidak yg paruh baya, tidak yg dewasa. Semua ingin kau makan. Kau makan senyum manis kami, kau makan tawa riang kami, kau makan cita-cita kami, kau makan harapan kami, kau makan semangat kami, bahkan mahkota dan kehormatan kami pun kau habisi dengan lahap!!!
Tangis dan air mata yg tak henti malah kau anggap sebagai desahan kenikmatan kami. Teriakan minta tolong kami kau bungkam dengan bengis. Darah dan air mata ini seakan menjadi medali emas bagi nafsu biadapmu.
Apa yang kalian pikirkan?? APA? Tak bisakah sejenak kalian memandang kami sebagai anak perempuanmu yg adalah buah cintamu? Adik perempuanmu yg seharusnya kau lindungi? Kakak perempuan yg menyayangimu, pun yg kau hargai?
Atau tak bisakah kau memandang kami sebagai Ibu kandungmu yg dengan penuh cinta mengandung, melahirkan dan membesarkanmu?
Atau Tantemu yg begitu membanggakanmu? Atau bahkan Nenekmu yg melahirkan orang tuamu?
Apa dunia ini sudah terlalu tua hingga tak mampu lagi mendengar teriakan minta tolong? Atau terlalu tua hingga tak mampu lagi melihat kehormatan kami yg tercabik? Ataukah terlalu tua hingga pikun bahwa ternyata kami ada.
Entah bagaimana kami harus menjelaskan suara hati kami. Entah sampai kapan kami harus terus diperlakukan seperti tak ada harganya. Terlalu banyak pertanyaan di negeri ini. Dan kami tak mampu lagi menunggu. Kami butuh zirah yg bertuliskan pesan “SAYA TIDAK UNTUK DIANIAYA, TIDAK UNTUK DIPERKOSA”.
~Jeritan tak terdengar Waena, 26 Mei 2016
Oleh: Merliana Trince
STOP KEKERASAN SEKSUAL!!!
Bình luận