![](https://static.wixstatic.com/media/a27d24_7e7f51a18a4a450dba41c775b67089b8~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_727,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/a27d24_7e7f51a18a4a450dba41c775b67089b8~mv2.jpg)
Dia si tengah kami.
Dia si tengahku. Agak posesif? Tak masalah.
Dia si tengah kami.
Adinda pertama saya.
Kawan pertama saya.
Tempat berbagi saya.
Jembatan penghubung saya.
Dia si tengah kami.
Yang unik di antara kami.
Walau hanya 7 bulan ia senadi bunda.
Separuh jiwa ibunda ada padanya.
Sabarnya ibunda, lembutnya ibunda, gesitnya ibunda,
kuatnya ibunda, ada padanya.
Pemerhati, pendengar, dan pendoa ulung, si tengah kami ini.
Lembut tuturnya selembut untaian nada suaranya.
Selembut saeta yang berkumandang di perbukitan Andalusia.
Dia si tengah kami.
Gelak tawanya selalu lepas.
Kadang terlalu lepas menurutku.
Namun tawanya adalah segalanya bagiku.
Dia si tengah kami.
Tubuhnya tak tenang jika bertemu nada ceria,
bak kaum muda Italia bersua saltarello di abad ke 14 silam.
Dia si tengah kami, si penengah kami.
Memoles isi rumah kami bersama semerbak sandalwood.
Begitu wangi, begitu berharga dan sayang untuk dilupakan.
Ah sandalwood!
Siapa yang tak gila bila memiliki walau hanya seruas jari?
Si tengah kami memilikinya bersama kisah hidupnya.
Teracik rapih bersama proses juangnya di bumi sasando,
Bersolek anggun sebagai mercusuar asa.
Menjadi navigasi naluri yang kadang sesat karna badai gumulan hidup.
Gumulan hidup barunya. Yang tak seharum sandalwood,
namun dialurinya dengan syukur.
Dia si tengah kami.
Dian doa keluarga kami, selain ibunda.
Suluh syair kami kepada Sang Esa.
Tomang penampung titik-titik terendah kami.
Titik-titik terendah Sulungnya.
Ditampungnya berbareng sabar lalu dihantarnya ke jazirah nirwana.
Teruntuk si tengah kami, adindaku sayang,
Jika pedulinya kami belum menyentuh hatimu,
Ketahuilah bahwasannya kami senantiasa mengusahakannya.
Jika tulusnya kami belum menyilau hatimu,
Ketahuilah bahwa selalu kami mempelajarinya.
Jika tindak tutur kami belum memanisi hatimu,
Maafkan lalai niat kami.
Jika hari ini engkau tak paham mengapa kami begitu,
Pahamilah bahwa altar hatimu begitu luas.
Menyaingi altar hati ibunda kami.
Hingga peduli berdurasi takkan mampu menyentuh.
Tulus tak berniat takkan mampu menjangkau.
Tindak tutur musiman takkan mampu memanisi tiap selah altar hatimu yang luas.
Teruntuk si tengah kami,
Jika saat ini kami belum sebulat hati.
Ketahuilah bahwa kepada dikau, sayangnya kami sebulat hati.
Hatimu saja yang begitu luas.
Jika satu waktu ada tirta asin di pipi manismu,
Jangan biarkan ia mengasini relung jiwamu.
Carilah penggalan sayang kami di luasnya hatimu, kalahkan asin tirta itu.
Biarkan manis terukir di raut elokmu.
Auburn, Alabama, USA
28 April 2020
Selamat Hari Puisi Nasional.
Nb:
Tomang: Tas tradisional masyarakat kab.Fakfak, Papua Barat. Terbuat dari daun tikar (sejenis Daun pandan dalam ukuran besar) yang dikeringkan kemudian dianyam rapih dan serat kayu sebagai talinya. Dibawa dengan cara dikaitkan talinya di kepala dan berfungsi sebagai tas untuk menampung hasil kebun dan barang-barang kebutuhan sehari-hari lainnya.
Silahkan bertanya pada saya di kolom komentar atau google jika anda penasaran dengan kata-kata bercetak miring lainnya. Terima Kasih telah berkunjung. Cukup berkunjung kesini saja, jangan keluar rumah. #stayathome #takecare
Comments