![](https://static.wixstatic.com/media/a27d24_0f6d98c4bbaf41aa9e61cd7dd3187392~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_653,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/a27d24_0f6d98c4bbaf41aa9e61cd7dd3187392~mv2.jpg)
Private Documentation: Pantai Holtekam, April 2016
Kau sering bertanya padaku;
Kepada siapa tiap coretan sari jemariku.
Aku selalu menjawab tidak kepada siapapun.
Dan itu benar.
Karna jika jemariku mengalamatkan sesuatu, kau akan tahu.
Jika coretanku bertuan, kau akan tahu.
Lalu kau bertanya lagi tentang kapan aku aku akan menulis tentangmu.
Dan kadang aku hanya terdiam dan tersenyum.
Kadang aku hanya menjawab akan ada waktunya.
Dan kau akan tahu dengan sendirinya, jika sebuah tulisan begitu bertema dirimu.
Menulis tentangmu bukan hal yang mudah.
Menulis tentangmu beraneka alur.
Terlalu manis jika dibagi dengan orang lain.
Terlalu banyak jika aku harus menuangkanmu dengan jemariku.
Dan jemariku terlalu sibuk berbahagia terpaut jemarimu.
Aku seumpama pujangga tak berpuisi.
Pujangga yang tak tau bagaimana memulai dan mengakhiri larik tentangmu.
Sekarang aku tak paham dinamakan apa kau dan aku.
Kau tak menoleh lagi.
Apa karna aku belum pernah membahasakanmu?
Apa karna kau bosan terhadap kisah kita?
Atau karna kau tak mampu lagi menunggu?
Ataukah karna kau mengenal jemari lain yang begitu mantap menulis tentangmu?
Kali ini pikiranku terlalu penuh tentangmu.
Namun bukan tentang cerita manis kita.
Hanya terisi tanya yang tak terbendung.
Dan berakhir tumpah disini.
Bukan hal yang kusuka.
Ini bukan caraku. Ini bukan saatnya.
Bukan begini caranya jika tiap larik hendak bertema kamu.
Apa kau tahu bahwa semua orang menanyakanmu padaku?
Tahukah kau bahwa kenangan adalah hal yang tak sanggup dihancurkan, sekalipun oleh maut?
Semua menanyakanmu dan aku terjebak. Bingung harus menjawab apa.
Jika kau terjangkau mungkin akan ku jawab leluasa.
Namun kau membiarkanku tertimbun tanya.
Kau tak menoleh.
Tiap jawabku tak terasa seperti jawaban bagi mereka.
Apa lagi bagiku.
Tiap senyum mulai terlihat tak nyata.
Lalu esok mereka bertanya lagi.
Dan aku sendiri terluka dalam diam.
Teriris tiap tanya yang menggema.
Lalu menikung dari tiap tema tentangmu.
Berapa senja lagi harus ku arungi sampai kokoh menjawab tanya yang sama?
Auburn, 14 Oktober 2020
Comentarios