"Bapak dan Hari Ulang Tahunnya"
- Merliana Trince
- Jul 1, 2020
- 4 min read
Updated: Jul 1, 2021

Bukan hanya satu kali saya bertanya kepada bapak.
“Pa, sebenarnya ulang tahunnya bapa itu tanggal berapa?”
Berkali-kali pertanyaan ini saya ajukan. Tapi jawabannya selalu sama,
Tawa kering sambil berkata, “Aduh, tidak tau lagi.”
Pernah sekali waktu Oma timur (Ibundanya bapak) masih ada dan tinggal bersama kami di Fakfak, saya berinisiasi memberi pertanyaan yang sama. Lalu jawabannya agak sedikit berbeda: “Dulu rumah kita kebakaran, makanya surat permandian dan surat2 penting lainnya ikutan terbakar. Jadi kita semua lupa tanggal pastinya.” Akibatnya sampai saat ini ulang tahun bapak menjadi misteri yang belum terpecahkan (aseeek!).
Sebagai anak yang dibesarkan dalam keluarga Katolik, saya suka membaca kisah-kisah Santo dan Santa dalam Gereja Katolik. Pernah saya membaca satu kisah tentang Santo Blasius. Btw, Santo yang berasal dari Armenia ini juga tidak diketahui tanggal lahir dan wafatnya kapan, namun dalam tradisi Gereja Katolik Roma selalu diperingati setiap tanggal 3 Februari. Alkisah, ada seorang ibu, sedih dan putus asa datang membawa putranya yang tersedak tulang ikan ke hadapan Santo Blasius. Tersentuh oleh kesedihan sang Ibu, Santo Blasius pun mendoakan anak tersebut, dan anak itu sembuh. Sejak saat itu, Santo Blasius dijadikan perlindung terhadap luka dan penyakit tenggorokan.

Masih banyak kisah-kisah lainnya tentang Uskup dan Martir ini. Namun yang satu ini yang paling saya ingat. So, mengapa saya bercerita tentang Santo Blasius? Nama bapak saya diambil dari Santo ini. Sebenarnya, sebelum saya membaca kisah Santo Blasius, Oma timur sudah lebih dulu mengenalkannya pada saya. Pernah sekali saat saya cegukan, Oma sambil menepuk belakang saya berkata: “Sebut bapa punya nama!”. Sampai sekarang tiap kali cegukan atau tersedak pasti ingat Oma dan senyum-senyum sendiri.
Setelah mengenal kisah Santo Blasius, saya memutuskan untuk selalu mendoakan bapak setiap tanggal 3 Februari secara lebih special layaknya mendoakan orang yang berulang tahun. Hari ini, 1 Juli 2020, saat bapak menjawab video call saya tadı pagi, saya langsung berkata, “Panjang umur, Pa. Sehat dan bahagia sampai tak tersisa rambut hitam dan pegang tongkat.” – Bapak membalas, “Amiiiin” dari seberang. Beliau lalu lanjut bercerita, bahwa beliau tidak tau kalau mama sudah memanggang sepiring Lontar (Pie telur) atas saran dari si nona tengah di Jogja. Seusai mandi bapak langsung didesak meniup lilin, potong kue lontar, saling suap dengan mama diiringi nyanyian selamat ulang tahun dari adik kedua saya lewat telpon tatap muka. Lantas apakah hari ini hari lahirnya bapak yang sebenarnya? Oh, tentu saja bukan. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, ulang tahun bapak masih menjadi misteri sampai saat ini. Lalu mengapa bapak meniup lilin hari ini? Karna semenjak adanya kebijakan pemerintah tentang pengisian data diri di pencatatan sipil, jika pemohon tidak mengetahui tanggal lahirnya, diharapkan menulis tanggal 01 bulan 07 (Juli), sedangkan tahun sesuai dengan pengakuan pemohon. Selama ini tahun lahir yang bapak pakai adalah tahun 1964 (which is tidak pasti juga). Jadi kami rayakan saja ulang tahun bapak hari ini. Alasan lain adalah anak-anaknya mau beliau tau kalau beliau itu lelaki istimewa dalam keluarga kecil kami.
Saya lalu bertanya soal kesan beliau, ”Gimana, Pa? ciyeee… yang tiup lilin.” Bapak hanya tersenyum sambil merespon, “Yah… bapa juga tidak tau soal hari ulang tahun jadi… Tapi kue Lontar enak sekali.”
Aduh bapa sayang e… saya membatin.
Hari ini sekali lagi saya bertanya kepada bapak soal tanggal lahirnya beliau. Jawaban masih sama, soal kebakaran rumah. Hanya saja ada sedikit tambahan, “Sepertinya nanti satu kali tanya bapa ade (Namanya saya lupa, bukan adik kandungnya bapak) di Maumere. Soalnya menurut cerita, kita lahir di hari yang sama, hanya bapa lahir pagi dan dia sorenya.”
Guys… do you feel what I feel? (lol) – Titik, terang! (please, baca pake nada SpongeBob mendapat ide cemerlang. Hahaa!).

Anyway, keluarga kami bukan tipe keluarga yang selalu merayakan ulang tahun tiap anggotanya. Namun nyanyian dan harapan-harapan baik dari Mama setiap tahun di jam 5 pagi pada hari ulang tahun kita selalu jadi ucapan paling manis bagi kita semua. Bahkan saat kita sedang berjauhan, berbeda kota hingga benua pun Handphone akan berdering tepat pada waktunya. Itulah bentuk perayaan ulang tahun kami yang sesungguhnya. Jadi sebenarnya kami tidak akan mempermasalahkan kapan hari ulang tahunnya bapak. Karna kami selalu merayakan apapun dalam keluarga kami dalam kesederhanaan. Hal kecil, hingga hal besar. Dalam kesederhanaan. Nilai ini yang ingin selalu saya ingat dan terapkan juga secara pribadi maupun kelak jika saya telah berkeluarga. Saya bisa melihat bahwa ucapan sepenuh hati saya tadi pagi cukup membuat bapak tersipu. Saya tau beliau senang dengan sepiring Lontar dari Mama, beberapa detik nyanyian dan ucapan-ucapan ulang tahun dari anak-anaknya hari ini.
Tidak peduli di tanggal berapa bapak lahir, tidak peduli kapan ulang tahunnya bapak yang sebenarnya, kami terlalu bersyukur sebab Tuhan menghadirkan bapak di dunia ini dan menjadikan bapak sebagai bapak kami. Seseorang yang tampil sebagai fondasi kokoh yang Tuhan sediakan bagi kami semua. Teman debat kami dalam segala serial hidup kami. Sosok yang selalu mengulurkan tangan saat kami butuh genggaman. Tukang pukul (that’s right!) yang ujung-ujungnya bakalan melembut karna tak sanggup beradu diam dengan keluarganya.
Beliau tawa dan tangis kami. Berkat dan pelajaran kami. Benteng kehormatan kami. Guru dan diplomat keluarga kami. Arsitek pertama yang kami kagumi dalam hidup. Chef spesialis ikan dan B2 panggang (Oh, Yes! sejauh ini racikannya bapak masih yang terbaik). Pendoa saingannya Mama dan nona tengah saat ini. Itulah bapak. Bapak Blasius Weni yang kami cinta sebulat hati.

Semua anak mengidolakan ayah mereka. Kami pun demikian. Dan versi ayah yang kami punyai saat ini masih dan akan selalu menjadi yang paling top dalam deretan ayah-ayah di planet ini.
That is why, untuk setiap denyut kebaikan yang masih kami terima melalui bapak, kami amatlah beursyukur. Doa kami, semoga Tuhan melindungi bapak, menghiasi hari-hari bapak dengan senyum segar, memberi bapak banyak masa bercerita dan berbagi canda dengan kami, menghalau sedih karna ulah kami anak-anak, memberi berkat kesehatan untuk tubuh dan jiwa bapak agar bisa terus kuat memeluk kami bertiga dan mama, dan memberi kami kesempatan untuk terus membanggakan bapak.
Terlalu banyak jika saya harus menulis tentang bapak. Maka untuk hari yang “spesial” ini, untuk bapak, refleksi kecil dengan cinta yang besar ini saya persembahkan. Kami semua sayang bapak. Selamat Ulang Tahun deh!
Terima Kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan ini, teman-teman. Jangan lupa mencintai orang tua kita. Kita semua sangat sibuk tumbuh dewasa, hingga sering lupa mereka juga semakin menua.
“My father didn’t tell me how to live. He lived and let me watch him do it.” –Clarence Budington Kelland
Auburn, AL, USA July 1, 2020
Peluk rapat, Sulung
Comments