![](https://static.wixstatic.com/media/a27d24_728a905a7f534022b57fdd886ff71bf4~mv2.png/v1/fill/w_980,h_778,al_c,q_90,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/a27d24_728a905a7f534022b57fdd886ff71bf4~mv2.png)
Pintu kamar yang sengaja saya buka berderit sesekali tertiup semilir angin musim panas yang mulai berhembus. Sudah lama saya tidak mendengar pintu berderit tertiup angin karena jendela kamar yang sering tertutup. Dingin soalnya. Namun sudah tiga hari berturut-turut ini jendela kamar sengaja saya buka karena udara mulai menghangat. Jam di meja menunjukan pukul tujuh malam namun matahari masih bersinar angkuh di mega, menegaskan musim panas memang telah hadir. Semoga ibadah puasa teman-teman muslim saya yang sedang berada di benua ini berjalan lancar, sejenak saya membatin saat melihat senja yang setiap harinya semakin lambat menghiasi langit Auburn.
Here comes the sun… dududu… Here comes the sun… And I say, it's all right.
Ditemani kumpulan track The Beatles dari Spotify, saya baru saja membereskan beberapa buku kuliah yang berserakan di tempat tidur saya dan memindahkan mereka ke meja belajar. Saya bahkan tidak percaya akhirnya saya melakukannya. Sebagai gantinya saya letakkan satu buku bacaan lain yang sudah saya beli sebulan lalu namun belum selesai saya baca. Bukan karna tidak menarik. Spring semester kemarin benar-benar menguras nalar. Saya tidak tahu apakah hal ini sama dirasakan teman-teman saya yang lain atau hanya saya saja, karna memang otak saya yang agak cekak.
Kelas-kelas online saya telah berakhir. Setidaknya untuk spring semester. Tiap orang saling mengucapkan selamat menikmati liburan musim panas kepada teman-teman lainnya dalam kelas dan juga Profesor-profesor kami. Kami juga memberi salam perpisahan dan harapan-harapan baik kepada teman-teman yang telah mengakhiri perjuangan studi mereka di kampus dan akan diwisuda online bulan Mei ini. Agak sedih, soalnya kami hanya saling memandang satu sama lain lewat layar laptop.
Seminggu setelah tugas terakhir diupload, nilai-nilai pun keluar. Puji syukur, Alhamdulillah, tidak mengecewakan perjuangan selama minggu-minggu sarat project. Beberapa waktu lalu saya menerima email pemberitahuan dari kampus bahwa semester musim panas akan dilaksanakan dalam kampus dengan tetap mengacu pada peraturan dan protocol yang didesain oleh kampus. Saya tidak berencana mengikuti summer semester. Maka, yes, sekarang saya sedang berada dalam summer holiday mode. Liburan musim panas telah dimulai. Tenang saja, saya tidak akan kemana-mana kali ini. Semua rencana liburan yang telah saya atur sudah saya cancel. Sekali lagi tante rona a.k.a Covid-19 menjadi alasan utama. Pantai-pantai Florida, laut Caribbian, dan wisata alam Utah kembali tenang dalam planning list. Dikarantinakan bersama saya yang sudah tiga bulan #dirumahsaja. Liburan musik panas ini mungkin akan sedikit membosankan. Tapi paling tidak diri ini tetap berada dalam keadaan yang sehat dan aman terkendali sebelum akhirnya akan melanjutkan perjuangan di semester musim gugur yang akan datang tiga bulan lagi. Semoga keadaan semakin membaik dan kami bisa kembali lagi ke kampus.
Anyway, persediaan makanan telah berkurang. Minggu lalu kami menerima bantuan bama dari KJRI Houston. Sedikit beras, mie instant, saos sambal, kecap, gula dan kopi instant. Oh yeah! Mata saya berbinar melihat mie instant khas Indonesia yang agak sukar kami dapatkan di Kota ini. (Syukur untuk kebaikan ini!) Saya dan roommate saya memutuskan untuk pergi berbelanja di supermarket terdekat, kira-kira 15 menit jika berjalan kaki dari tempat tinggal kami. Biasanya, jika belanjaan kami banyak, kami akan memesan taxi online untuk mengantar kami pulang. Namun karena situasi saat ini tidak memungkinkan maka kami selalu membawa ransel-ransel dan tas belanja yang besar agar bisa menampung belanjaan kami lalu akan dipikul pulang ke rumah.
Selama karantina, baru 2 kali kami pergi berbelanja. Kali pertama saat awal spring break, dan yang kedua baru saja beberapa hari lalu, dan kami selalu dikejutkan dengan orang-orang baik yang tidak kami kenal. Yang menawarkan diri untuk mengantarkan kami pulang dengan belanjaan-belanjaan kami yang lumayan berat. Ya… ya… kami juga sempat ragu untuk menerima bantuan mereka. Bahkan mereka pun bisa merasakan kebimbangan kami, Sebab ketika menawarkan bantuan, mereka akan bertanya, “Jika kalian berkenan, maka saya akan mengantar kalian.” Atau, “Saya berjanji, saya tidak kemana-mana selama ini, saya tidak punya virus.” Saya dan Kak Inja, roommate saya, saling tersenyum dan menerima bantuan mereka. Naik ke mobil mereka dengan tidak melepaskan sarung tangan dan masker serta kacamata kami, juga tidak membiarkan mereka menyentuh belanjaan kami. Sambil terus berterima kasih dan meminta maaf atas aksi-aksi kami yang bahkan tidak nyaman kami lakukan sebagai orang yang membutuhkan bantuan. Syukurlah sejauh ini semua orang asing yang kami temui sudah paham dengan kondisi saat ini.
Bantuan datang tepat pada waktunya. Kalimat ini tidak henti-hentinya berseliweran di kepala saya saat menerima bantuan tumpangan yang kedua dari seorang wanita tua yang tidak kami kenal namun begitu ramah. Selama perjalanan dia tidak henti-hentinya bercerita dengan dialeknya yang kental khas negara bagian selatan Amerika. “Situasi ini menjengkelkan. Tapi saya tidak peduli. Orang membutuhkan bantuan, you know? Saya akan menawarkan bantuan selagi orang tidak keberatan menerimanya. I don’t have virus”, kata wanita itu. Kami hanya tersenyum. “You know what, girls? Jika kalian melihatku lewat dimana saja dengan mobil tuaku ini, dan kalian membutuhkan tumpangan, jangan sungkan untuk meneriaki aku, dan aku akan mengantar kalian”, lanjutnya.
Kebaikan mendatangkan kebaikan. Kalimat lain yang muncul dalam kepalaku saat memembersihkan diri setelah tiba dirumah. Teringat kata-kata Mama bahwa segala kebaikan yang kita berikan untuk orang lain, mungkin tidak akan terbalas oleh orang tersebut saat itu juga. Namun jika kita tulus, kebaikan itu akan kita terima atau kembali pada kita tepat saat kita membutuhkannya, dari orang lain. Bahkan dari orang yang tidak kita kenal sebelumnya. Mama selalu bilang bahwa saat mama menolong orang lain, mama selalu memposisikan anak-anaknya yang jauh di rantau pada posisi orang yang ditolongnya. Jadi mama menolong orang lain seolah-olah ia sedang menolong anak-anaknya sendiri. Sehingga ketika beliau berbuat baik, beliau melakukannya dengan tulus. Dengan keyakinan bahwa kebaikan yang beliau buat akan kembali kepada keluarganya – kepada anak-anaknya yang sedang berada di rantau. Itulah sebabnya ketika menerima kebaikan demi kebaikan dalam hidup saya, saya akan mengelus dada sambil berterima kasih pada Tuhan dan pada mama, dan bapa. Sebab saya percaya inilah perwujudannya.
Saya belum sempurna ketika menolong sesama, teman-teman. Saya pun masih harus banyak belajar untuk tulus dalam melakukan kebaikan. Ketulusan adalah sesuatu yang terdengar mudah untuk diwujud-nyatakan, namun secara sengaja maupun tidak sengaja kita gagal melakukannya karena rasa bangga diri kita terlampau besar. Mari sama-sama belajar berbuat baik dan melupakannya. Namun tetap mengingat kebaikan orang lain terhadap kita karna sesungguhnya kebaikan yang kita buat untuk orang lain adalah kebaikan yang kita tanam untuk diri kita sendiri. Mungkin hari ini kita tidak menuainya. Tapi di musim-musim tak terduga kita akan memanen buah manis kebaikan tersebut.
Akhirnya, seperti biasa, tetap #dirumahsaja, teman-teman, jangan hilang semangat, rajin cuci tangan, makan makanan bergizi, dan terus berbuat baik. Salam dari Auburn.
“Love and kindness are never wasted. They always make a difference. They bless the one who receives them, and they bless you, the giver.” ~ Barbara De Angelis
Auburn, AL, USA 7 Mei 2020
Comments